London — Bila sakit, jangan ke rumah sakit. Setidaknya bukan minggu ini, dan bukan di Inggris. Para dokter muda—atau yang dulu disebut “junior doctors” sebelum mereka naik pangkat dalam penderitaan—telah resmi angkat jas putih. Bukan untuk cuti ke Capri, melainkan untuk mogok massal selama lima hari penuh, mulai Jumat ini.
Alasannya klasik tapi tetap menyayat: gaji. Pemerintah menawarkan kenaikan 5,4 persen, tetapi dokter muda menilai itu hanya cukup untuk membeli tiga kali naik tube dan dua sandwich Tesco. Sementara inflasi sudah melompati etika dan masuk ke dompet tanpa izin, para dokter menuntut kenaikan hingga 29 persen—yang menurut mereka hanyalah upaya mengembalikan martabat dan daya beli yang hilang sejak era iPhone pertama.
“Kami tidak meminta Bentley,” ujar perwakilan British Medical Association (BMA). “Kami hanya ingin bisa membeli telur tanpa melihat harga dulu.”
Resep: Aspirin Politik dan Diagnosis Salah Urus
Menteri Kesehatan Wes Streeting, yang tampaknya lebih sering muncul di BBC daripada di bangsal rumah sakit, menyebut aksi ini sebagai “tidak bertanggung jawab”. Ia menambahkan bahwa tindakan mogok akan mengganggu pemulihan NHS—sistem kesehatan publik Inggris yang, jika dimanusiakan, sedang dalam kondisi ICU dan dirawat oleh staf yang mogok.
Pemerintah sebelumnya telah menyodorkan beberapa pemanis: pembiayaan ujian medis, fasilitas pelatihan, dan, entah kenapa, janji akan “dialog yang terbuka.” Tapi di tengah ratusan ribu jadwal operasi yang dibatalkan, janji itu terdengar seperti dokter gigi yang bilang “nggak sakit kok” sambil mengangkat bor.
“Jika kami terus dibayar seperti tahun 2010, jangan heran jika pelayanan medis juga terasa seperti tahun 2010—atau 1910,” sindir seorang dokter residen lewat media sosial, sambil mengunggah foto stetoskop yang katanya diwariskan dari neneknya.
Penderitaan Bertingkat: Dari Pasien ke Publik
Dukungan publik mulai menipis. Survei terakhir menunjukkan bahwa 52 persen warga Inggris kini menolak aksi mogok, sementara hanya 34 persen yang masih setia berdiri di belakang dokter. Mungkin karena antrean di rumah sakit sudah seperti antre subsidi BBM, atau karena masyarakat mulai merasa bahwa penyembuhan kolektif tak lagi masuk dalam “coverage plan.”
Namun sebagian lainnya melihat aksi ini sebagai alarm sistemik—gejala bahwa NHS bukan lagi rumah sakit, melainkan rumah patah hati.
Sementara itu, kalangan elit menyarankan agar masyarakat “lebih bijak memilih waktu sakit.” Seorang mantan menteri bahkan menyarankan agar orang-orang “menunda jatuh sakit hingga musim gugur.” Tidak dijelaskan apakah sistem kekebalan tubuh kini bisa dikendalikan lewat pengaturan kalender.
Sindrom Global: Sakitnya Di Mana-mana
Masalah ini bukan monopoli Inggris. Di Korea Selatan, para dokter junior juga nyaris angkat kaki massal karena kelelahan dan gaji tak layak. Di Australia Selatan, ancaman mogok berdentang di ruang gawat darurat karena tawaran kenaikan gaji sebesar 3,5 persen—yang hanya sedikit lebih baik dari bonus parkir gratis.
Di semua tempat, narasinya sama: dokter dididik untuk menyelamatkan nyawa, tapi kini mereka hanya mencoba menyelamatkan rekening tabungan.
Prognosis: Belum Sembuh, Tapi Masih Bisa Tertawa
Seorang pengamat politik dengan nada separuh putus asa berkata, “Ini bukan cuma soal gaji. Ini soal nilai. Kalau dokter diperlakukan seperti karyawan call center, jangan heran kalau rumah sakit terasa seperti perusahaan telekomunikasi.”
Sementara itu, rakyat biasa disarankan untuk memperbanyak minum air putih, konsumsi vitamin C, dan menjauhi kegiatan berisiko. Bila perlu, bawa kemenyan ke rumah—bukan untuk mistik, tapi untuk berjaga-jaga kalau-kalau butuh pemulihan spiritual karena pengobatan fisik sudah tidak tersedia.
Dan tentu saja, doa. Karena ketika dokter menyerah, hanya langit yang tersisa.
Reuters
Disclaimer:
Tulisan ini adalah karya jurnalistik satir berdasarkan pemberitaan aktual dan sumber kredibel. Nama tokoh dan peristiwa nyata digunakan untuk tujuan informasi dan kritik sosial dalam bingkai kebebasan berekspresi. Seloka.id tidak bermaksud meremehkan penderitaan siapa pun—kami hanya percaya bahwa di balik kegetiran dunia, humor adalah obat paling manjur (tanpa efek samping).