Tawuran adalah salah satu konflik sosial yang sering terjadi pada kalangan remaja. Fenomena itu bukan hanya sekadar persoalan bentrok fisik antarpelajar, tetapi telah menjadi simbol bahwa sistem sosial mengalami pasang surut dalam membimbing generasi muda menuju kedewasaan.
Konflik ini melanda hampir seluruh kota besar di Indonesia bahkan juga menjalar ke daerah-daerah pedesaan. Bak cendawan tumbuh menyebar ke segala penjuru. Kasus ini selalu terulang dan terjadi di kalangan generasi muda, kemungkinan besar akibat kurangnya pembinaan dari pendidikan karakter yang membuat remaja lemah dalam mengontrol emosinya.
Persoalan tawuran bukan hanya pada perilaku kekerasan itu sendiri, tetapi pada akar yang melatarbelakangi ketidakmampuan remaja dalam mengelola emosi, lemahnya kontrol diri, serta minimnya nilai karakter yang tertanam dalam keseharian mereka.
Masa Remaja: Badai Emosional dan Lemahnya Fungsi Keluarga
Hall (dalam Lilienfeld, 2012) menyebut masa remaja sebagai storm and stress, yakni masa penuh gejolak psikologis dan pencarian identitas diri. Di tengah kondisi tersebut, remaja kerap menjadikan kelompok sebaya sebagai cermin eksistensinya, yang sering kali salah arah. Hisyam et al. (2025) menegaskan bahwa tekanan teman sebaya dan kegagalan membentuk identitas positif merupakan pemicu kuat munculnya tawuran.
Lebih jauh, peran keluarga pun tak bisa diabaikan. Menurut Putri et al. (2025), lemahnya komunikasi dalam keluarga, kurangnya kasih sayang, dan lingkungan rumah yang disfungsional merupakan kondisi keluarga yang tidak menjalani fungsi-fungsi utamanya seperti memberi rasa aman dan nyaman, serta dukungan emosional. Anak yang merasa kurang diperhatikan cenderung mencari pelarian dalam perilaku destruktif.
Sayangnya, berbagai studi tentang tawuran masih didominasi oleh pendekatan represif dan statistik kriminal. Sedikit yang menyentuh persoalan bagaimana nilai karakter dapat menjadi solusi preventif menyasar akar masalah. Inilah yang menjadi tolak ukur dan kebaruan dari gagasan esai ini: pentingnya pendekatan berbasis pendidikan karakter sebagai solusi jangka panjang dan berkelanjutan.
Salah satu daerah yang tidak luput dari fenomena ini adalah Kota Padang, Sumatera Barat. Daerah ini dihuni oleh mayoritas etnis Minangkabau dengan falsafah hidup adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah (adat bersendikan hukum agama, hukum agama bersendikan Kitabullah). Namun, aksi tawuran kembali terjadi. Sebanyak 11 remaja diamankan di Lubuk Begalung, Kecamatan Padang Utara, Kota Padang (Riki Chandra, 2025).
Tawuran tidak hanya melukai fisik, tapi juga merusak semangat kebersamaan, rasa aman, bahkan masa depan. Pemerintah seharusnya memberikan pendidikan khusus terhadap kenakalan remaja untuk meningkatkan karakter yang berintegritas dan bertanggung jawab. Melalui pendidikan karakter yang dirancang kontekstual dengan nilai-nilai lokal Padang, seperti adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, pelajar bisa dibekali bukan hanya dengan pengetahuan, tetapi juga kebijaksanaan.
Solusi Pendidikan Karakter dan Latihan Mindfulness
Tawuran antarpelajar tidak lagi menjadi sekadar tontonan media, tetapi telah berubah menjadi cermin retaknya pembinaan karakter remaja di Indonesia. Di berbagai kota, termasuk Kota Padang, aksi kekerasan remaja terus terjadi secara berulang dan brutal. Seperti tercatat dalam laporan TBNews (Januari 2025), dua remaja menjadi korban akibat tawuran, sementara kasus lain menyebabkan tangan seorang pemuda putus karena sabetan senjata tajam. Ini membuktikan bahwa pendekatan pencegahan yang selama ini dijalankan belum cukup efektif.
Menurut Hall (dalam Lilienfeld, 2012), masa remaja adalah masa storm and stress, penuh gejolak emosional, pencarian identitas, dan kebutuhan akan penerimaan sosial. Munculnya emosi remaja bisa dipicu pertentangan dengan teman sebaya, menyebabkan timbulnya rasa balas dendam dan perilaku destruktif. Hisyam et al. (2025) menekankan bahwa tekanan teman sebaya dan gagalnya pembentukan identitas positif menjadi pemicu utama. Karena itu, peran sekolah dan keluarga sangat penting dalam pembentukan identitas remaja yang sehat.
Salah satu solusi mendasar adalah melalui pendidikan karakter. Suharno (2018) menyatakan bahwa pendidikan karakter adalah kunci pembentuk remaja yang berintegritas dan bertanggung jawab. Di Kota Padang, pendekatan ini bisa dikontekstualisasikan dengan nilai lokal seperti adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah untuk membentuk pribadi religius dan beretika.
Namun, pendidikan karakter perlu dilengkapi pendekatan psikologis seperti meditasi mindfulness, yakni metode penguatan kontrol diri. Wandi et al. (2025), dalam kajiannya, membuktikan bahwa mindfulness secara signifikan meningkatkan regulasi emosi dan mengurangi impulsivitas. Lesmana (2023) menemukan bahwa siswa SMA yang diberi pelatihan mindfulness mengalami peningkatan kesadaran dan kestabilan emosional. Teknik sederhana seperti mindful breathing—fokus pada pernapasan alami—terbukti meningkatkan kesadaran diri dan menurunkan stres.
Namun demikian, pelatihan ini perlu diberikan secara konsisten dan terstruktur. Penelitian Afandi (2012) menunjukkan bahwa pelatihan singkat kurang optimal karena siswa belum memahami sepenuhnya teknik dan tidak mendapatkan lingkungan praktik yang kondusif. Remaja pun tetap cenderung menyalurkan emosinya secara negatif. Oleh karena itu, dibutuhkan inovasi baru berupa sistem pendidikan khusus yang lebih tegas dan terarah. Di sinilah penulis menawarkan gagasan “Pekan Disiplin”.
Pekan Disiplin: Inovasi Pelatihan Fisik dan Emosional
Inovasi ini diadaptasi dari kebijakan pendidikan khusus yang diterapkan Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui pendekatan barak militer. Program ini bekerja sama dengan aparat untuk membentuk karakter remaja yang terlibat kenakalan. Barak militer merupakan pendidikan khusus oleh Polri dan TNI untuk membentuk remaja yang lebih mandiri, berkarakter, dan siap menjadi penerus bangsa. Meskipun menuai pro dan kontra, sistem ini bertujuan membentuk disiplin dan tanggung jawab melalui pendekatan fisik dan struktural, sesuai teori modifikasi perilaku.
Pekan Disiplin memodifikasi dua pendekatan tersebut: sistem barak militer dan meditasi mindfulness. Perbedaan utamanya terletak pada jangka waktu pelaksanaan dan penambahan unsur meditasi. Program dilaksanakan selama satu bulan, dengan pelatihan tiga hari dalam seminggu, pada minggu awal dan akhir bulan. Kegiatannya berbentuk perkemahan dengan fokus pembentukan karakter, fisik, pembekalan materi, serta pengendalian perilaku negatif.
Meditasi mindfulness menjadi pelengkap penting. Teknik mindful breathing dilakukan setelah aktivitas fisik seperti olahraga atau pelatihan militer. Fokusnya adalah pada proses pernapasan alami selama 10–20 menit, untuk menurunkan stres dan kecemasan. Siang harinya diisi pembekalan materi, dan malam hari ditutup dengan kegiatan religius. Dengan begitu, Pekan Disiplin bukan hanya membentuk karakter, tapi juga memperkuat spiritualitas remaja.
Kenakalan remaja akan surut ketika mereka menemukan tempat yang tepat untuk menyalurkan energi, menemukan jati diri yang sehat, dan hidup dalam lingkungan yang mendukung pertumbuhan kesadaran dan karakter. Maka, jika ingin masa depan bangsa ini terbebas dari dendam dan kekerasan, saatnya kita bertindak—bukan hanya dengan hukuman, tapi dengan pendidikan hati dan akal yang sehat.
Bergerak dari Hukuman Menuju Pendidikan Hati
Tawuran antarpelajar di Kota Padang mencerminkan krisis karakter remaja yang dipicu oleh tekanan teman sebaya, lemahnya kontrol diri, dan kegagalan membentuk identitas positif. Masa remaja yang penuh gejolak emosional sering kali mendorong tindakan destruktif demi pengakuan kelompok. Pendekatan represif terbukti belum efektif memutus siklus kekerasan ini.
Sebagai solusi, pendidikan karakter berbasis nilai lokal seperti adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah perlu diperkuat. Latihan mindfulness terbukti ilmiah dalam membantu pengendalian emosi. Inovasi seperti Pekan Disiplin—gabungan metode militer dan mindfulness—dapat menjadi pendekatan komprehensif untuk membina remaja bermasalah secara fisik, emosional, dan spiritual.
Sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan tawuran remaja, pendidikan karakter harus diperkuat di sekolah. Karakter tidak cukup diajarkan melalui teori semata, melainkan harus tertanam dalam budaya sekolah yang nyata—dalam sikap guru, cara siswa menyelesaikan konflik, hingga pola interaksi sehari-hari.
Selain itu, latihan mindfulness seperti mindful breathing perlu diperkenalkan dan dilakukan secara rutin agar siswa terbiasa mengelola emosi dan tidak mudah terpancing dalam situasi penuh tekanan. Peran orang tua pun sangat penting sebagai mitra utama dalam pembinaan karakter.
Keterlibatan aktif mereka melalui forum komunikasi, seminar parenting, dan diskusi kecil akan memperkuat pondasi emosional anak di rumah. Bagi remaja yang telah terlibat dalam kenakalan, program rehabilitasi seperti Pekan Disiplin dapat menjadi solusi komprehensif—menggabungkan pendekatan fisik, emosional, dan spiritual secara intensif dan terarah.
Di samping itu, menciptakan lingkungan sosial yang positif dan mendukung juga krusial. Remaja membutuhkan ruang sehat untuk menyalurkan energi, mengekspresikan diri, dan membentuk jati diri dalam suasana yang aman dan membangun.