Penulis: Bujang
Tiap tahun, garis kemiskinan diumumkan. Tiap tahun pula, rakyat diajak bermain tebak-tebakan. Siapa yang cukup miskin untuk disebut miskin? Dan siapa yang “hampir miskin”, yang sebetulnya sama saja, cuma belum diakui secara resmi oleh negara. Tahun 2025, kita kembali disuguhkan daftar “komponen penyumbang garis kemiskinan”. Kacang tanah, mi instan, bensin, listrik, hingga beras satu sendok sehari. Ajaibnya, komoditas-komoditas ini seolah-olah menjadi tolok ukur sahih tentang hidup layak. Padahal, hidup layak sekarang butuh lebih dari sekadar nasi dan nyala lampu 5 watt. Pertanyaannya sejak kapan kemiskinan bisa dihitung dengan kalkulator? Di balik angka-angka statistik yang diketik rapi oleh para ahli, ada…
Ada yang mati di meja makan. Bukan nasi. Bukan kuah sop. Tapi seorang diplomat. Konon, kata berita yang beredar setipis daun jambu dan setebal selimut malam, seorang diplomat muda ditemukan tak bernyawa. Bukan karena diplomasi yang gagal, tapi karena nyawa yang dicabut secara misterius dan tentu saja, diam-diam. Katanya sih “masih dalam penyelidikan”, seperti biasa. Ah, diplomat. Profesi yang dulu glamor, kini terasa getir. Mereka yang tugasnya menjembatani dua negara, kadang malah tersandung di jembatan itu sendiri. Seakan-akan, dalam dunia sekarang, membawa paspor diplomatik bukan berarti bebas dari bahaya. Bahkan bisa jadi justru mengundang maut, terutama jika terlalu jujur atau terlalu tahu.…
Di tulang malam yang mulai lelah di Padang, seorang anak kecil melintas dengan kerupuk di atas kepala dan mimpi yang belum sempat dilipat. Langkahnya ringan, tapi beban di kepala dan barangkali di hatinya lebih berat dari yang bisa kita pahami hanya dengan mata. Pakaiannya piyama, harusnya sudah di kamar, mungkin memeluk boneka, bukan mangkuk kerupuk. Tapi entah sejak kapan, negara ini membiarkan anak-anak menjual renyah demi hidup yang patah-patah. Kita sering bilang anak-anak adalah masa depan bangsa. Tapi mengapa masa depan itu malah dibiarkan berjalan sendirian, menyusuri teras warung dan pelataran motor, sementara sebagian orang dewasa sibuk berdebat soal tunjangan…
Di sudut malam yang mulai terlupakan di kota Padang, ada segelas air aka yang mengepul pelan. Tidak viral, tidak juga dikemas dalam botol mewah. Hanya air jahe buatan tangan, diseduh dari botol biasa dan niat yang tidak pernah pudar.Sementara kafe-kafe kota berlomba menyajikan latte art dan AC 16 derajat. Di warung kayu yang tua ini, segelas kehangatan disajikan tanpa janji, tanpa basa-basi. Tak ada WiFi, tapi ada wicara yang tulus. Tak ada musik jazz, tapi ada dengung lampu dan hiruk pikir yang tak sempat dilantunkan.Air aka tak butuh promosi. Ia sudah lama ada sebelum tren detox dan infused water menyerbu…
Tari Indang, warisan Minangkabau yang lahir dari surau dan tumbuh dalam zikir, kini melangkah jauh. Dari pesisir Pariaman, alunan tabuh dan gerak patah-patah khasnya menembus ruang, terbang melintasi benua, dan mendarat di panggung budaya Kanada. Tak ada tikar pandan, tak ada bau harum nasi kuning yang biasa menemani penampilan di kampung halaman. Tapi di tengah suhu dingin yang membungkam, tepukan tangan para penonton Kanada menghangatkan udara. Mereka terdiam, lalu terpukau, saat lantunan syair dan gerak harmonis tangan-tangan muda menggambarkan kekuatan ruhani dan kekompakan jiwa kolektif. Indang bukan sekadar tari. Ia cerita. Ia sejarah. Ia doa yang bergerak. Tari ini dulu…
Di banyak sudut negeri ini, bullying masih jadi “ritual” diam-diam yang terus berlangsung di sekolah. Ia tidak punya seragam, tidak tercatat di daftar mata pelajaran, tapi hampir setiap siswa pernah mengalaminya, entah sebagai pelaku, korban, atau penonton pasif. Kasus terbaru di Blitar, video yang tersebar di media sosial kembali membuka luka lama. Anak SMP dibully, dipukul, dipermalukan. Ia membawa trauma yang dibawa pulang ke kamar tidur. Di luar ruang BK dan mediasi seremonial, korban harus berhadapan dengan luka yang sunyi, sementara pelaku kadang malah jadi lebih lincah karena tahu, hukumannya cuma “dinasihati”. Sekolah, Tempat Belajar atau Bertahan? Sekolah seharusnya jadi…