Seloka.id — Ukraina mencatat gelombang protes antipemerintah besar pertama sejak invasi Rusia dimulai lebih dari tiga tahun lalu. Aksi ini dipicu oleh langkah Presiden Volodymyr Zelensky yang disinyalir melemahkan badan-badan antikorupsi melalui rancangan undang-undang kontroversial yang telah disahkan oleh parlemen.
Massa aksi berkumpul di ibu kota Kyiv dan kota Lviv di bagian barat, sementara kelompok-kelompok lebih kecil muncul di Dnipro di timur dan Odesa di selatan. Gelombang protes ini terjadi setelah Verkhovna Rada, parlemen Ukraina, menyetujui rancangan undang-undang yang memberikan pengawasan terhadap dua lembaga antikorupsi utama kepada jaksa agung — sebuah posisi yang ditunjuk secara politis.
Para penentang mengkritik bahwa langkah ini akan menghambat kinerja Biro Anti-Korupsi Nasional Ukraina (NABU) dan Kejaksaan Khusus Anti-Korupsi (SAPO), dua lembaga vital dalam pemberantasan korupsi tingkat tinggi. Selain itu, tindakan ini dinilai semakin menjauhkan Ukraina dari tujuan strategisnya untuk bergabung dengan Uni Eropa, yang mensyaratkan penerapan sistem antikorupsi yang kuat.
Uni Eropa sebelumnya telah memperingatkan Kyiv bahwa langkah-langkah antikorupsi harus dijaga ketat untuk memenuhi syarat keanggotaan. Pemerintahan Presiden Joe Biden di AS juga sempat mendorong Ukraina untuk mempercepat reformasi dan pemberantasan korupsi pada tahun 2023.
Ukraina telah lama dikenal sebagai salah satu negara paling korup di Eropa. Sejumlah pejabat tinggi, termasuk mantan Wakil Perdana Menteri Oleksiy Chernyshov, yang merupakan sekutu dekat Zelensky, pernah tersandung tuduhan korupsi.
RUU tersebut disahkan dengan cepat oleh parlemen dan langsung ditandatangani oleh Presiden Zelensky pada malam hari. Dalam pidato malamnya, Zelensky menyatakan bahwa kedua lembaga antikorupsi akan “terus bekerja”, dan membela keputusannya sebagai langkah perlu untuk menyingkirkan “pengaruh Rusia” dari tubuh lembaga-lembaga tersebut. Ia menyebutkan bahwa sebelumnya otoritas Ukraina telah menangkap dua pegawai dari lembaga antikorupsi atas dugaan keterlibatan mereka dengan badan intelijen Rusia.
Zelensky juga mengkritik sistem lama yang, menurutnya, menyebabkan penundaan proses hukum selama bertahun-tahun. Namun, para kritikus menyatakan bahwa undang-undang baru justru memberi kekuasaan kepada jaksa agung untuk ikut campur dalam investigasi dan bahkan menghentikan kasus tertentu, sehingga mengancam independensi NABU dan SAPO.
Mantan Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba menyebut hari pengesahan undang-undang itu sebagai “hari yang buruk bagi Ukraina”. Di garis depan, di mana militer tengah bertempur melawan pasukan Rusia, kritik juga datang dari kalangan tentara. Yegor Firsov, sersan kepala peleton penyerang pesawat tak berawak, menyatakan bahwa “ini bukan soal NABU atau SAP, ini soal barbarisme.” Ia menambahkan, “Tidak ada yang lebih melemahkan semangat daripada melihat bahwa sementara Anda duduk di parit, seseorang merampok negara yang deminya saudara-saudara Anda berkorban.”
Menanggapi gelombang kritik, Zelensky pada Rabu mengatakan bahwa semua pihak akan bekerja secara konstruktif untuk menyelesaikan persoalan dan menegakkan keadilan. NABU dan SAPO dalam pernyataan bersama menyebut bahwa mereka “kehilangan jaminan” yang sebelumnya memungkinkan mereka menjalankan tugas secara efektif.
Cabang Ukraina dari Transparency International mendesak Presiden Zelensky untuk memveto UU tersebut, menyebutnya sebagai kemunduran dari pencapaian reformasi antikorupsi yang dimulai sejak Revolusi Martabat tahun 2014, yang menggulingkan presiden pro-Rusia Viktor Yanukovych.
Kedua lembaga antikorupsi itu dibentuk pascarevolusi untuk menangani kasus korupsi kelas atas. NABU menangani penyelidikan, sementara SAPO melakukan penuntutan setelah bukti dikumpulkan. Transparency International memperingatkan bahwa UU ini dapat merusak kepercayaan mitra internasional Ukraina.
Marta Kos, pejabat tinggi Uni Eropa yang membawahi proses aksesi negara calon anggota, menyatakan “keprihatinan mendalam” atas UU tersebut. Menurutnya, pembatalan perlindungan terhadap independensi NABU adalah “langkah mundur serius” yang merusak landasan hukum yang menjadi syarat utama dalam negosiasi keanggotaan UE.
Kritik juga datang dari Kamar Dagang Amerika Serikat. Dalam pernyataannya, mereka menyebut UU tersebut “mengancam independensi infrastruktur antikorupsi Ukraina dan merusak kepercayaan terhadap upaya antikorupsi negara itu.”
Lembaga pemikir terkemuka Ukraina, Badan Inisiatif Legislatif (ALI), menyatakan bahwa undang-undang tersebut merupakan “perubahan 180 derajat” dalam arah reformasi demokrasi Ukraina. Mereka memperingatkan bahwa UU itu memberi jaksa agung kekuasaan “hampir tak terbatas” termasuk memindahkan kasus dan menghentikan investigasi melalui hambatan administratif.
ALI juga menyebut bahwa jaksa SAPO sebelumnya telah melewati proses seleksi ketat dengan melibatkan penasihat internasional, dan bahwa keahlian mereka tak tertandingi dalam sistem penegakan hukum Ukraina.
Undang-undang itu disebut ALI tidak hanya bersifat darurat, karena kekuasaan jaksa agung tetap berlaku hingga tiga tahun setelah status darurat militer dicabut.
Pemberantasan korupsi merupakan janji kampanye utama Presiden Zelensky pada pemilu 2019. Sebagai mantan komedian yang tidak memiliki pengalaman politik sebelumnya, ia naik ke tampuk kekuasaan dengan janji membasmi korupsi di tubuh pemerintahan.
Selama perang, ia memecat sejumlah pejabat atas tuduhan korupsi dan meluncurkan Strategi Antikorupsi Nasional. Upaya ini sebelumnya mendapat pujian dari Uni Eropa, PBB, dan G7. Namun kini, organisasi-organisasi tersebut berbalik mengecam langkah terbaru Zelensky yang dinilai bertolak belakang dengan komitmen reformasi antikorupsi.